Pada masa gawat dan kritis pada tahun 1964-1965 itu, yaitu karena adanya serangan-serangan dari pihak yang anti HMI dan HMI-phobia, pendidikan politik itu boleh dikatakan mengandung muatan politik praktis. HMI bukanlah organisasi politik, bukan pula onderbouw partai politik. Tetapi mengapa HMI harus pula melibatkan diri dalam politik praktis? Ini tidak lain karena HMI dijadikan obyek politik praktis oleh partai-partai politik yang anti HMI dan HMI-phobia.
Untuk menanggulangi sikap-sikap yang menjadikan HMI sebagai objek politik praktis itu, HMI telah dapat menghindari dari melakukan politik praktis. Namun kegiatan atau lebih tepatnya keterlibatan HMI dalam politik praktis itu semata-mata hanyalah untuk mempertahankan eksistensi HMI terhadap serangan kaum anti HMI dan HMI-phobia.
Lama setelah bahaya serangan terhadap HMI dapat ditanggulangi dan eksistensi HMI telah mantap kembali bahkan menjadi lebih tegar dari pada sebelumnya terhadap HMI masih ada saja menuding HMI melakukan politik praktis. Tetapi semua ini adalah sebagai ungkapan idealisme patriotisme dan nasionalisme HMI dan pernyataan-pernyataan HMI itu sebagian besar merupakan kritik terhadap pemerintah. Apakah ini merupakan kegiatan politik praktis? Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan politik praktis itu?.
Menurut saya (A. Dahlan Ranuwihardjo), yang termasuk politik praktis adalah setiap kegiatan untuk menyusun kekuatan (machtsvorming) serta penggunaan kekuatan itu (machtsaanwending) dengan tujuan memperoleh atau turut dalam kekuasaan politik.
HMI tidaklah melakukan penyusunan kekuatan karena arah daripada perkaderan HMI di fokuskan pada membina individu-individu anggota HMI menjadi "insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernapaskan islam dan turut bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT".
Jadi sikap dan pernyataan-pernyataan yang bernuansa politik dari HMI tidaklah termasuk politik praktis, karena dengan sikap dan pernyataan itu HMI sama sekali tidak berniat untuk turut dalam kekuasaan politik apalagi untuk memperoleh/merebut kekuasaan politik.
Memang mengandung bobot politik tapi bukan politik praktis, lalu disebut apa? Saya (A. Dahlan Ranuwihardjo) condong menyebutkannya politik aspiratif, karena sikap-sikap dan pernyataan itu berlandaskan aspirasi rakyat atau aspirasi bangsa yang landasannya adalah Pancasila dan UUD 1945.
#YakinUsahaSampai
Sumber buku:
Bung Karno Dan HMI Dalam Pergulatan SejarahMengapa Bung Karno Tidak Membubarkan HMI?
Jadi sikap dan pernyataan-pernyataan yang bernuansa politik dari HMI tidaklah termasuk politik praktis, karena dengan sikap dan pernyataan itu HMI sama sekali tidak berniat untuk turut dalam kekuasaan politik apalagi untuk memperoleh/merebut kekuasaan politik.
Memang mengandung bobot politik tapi bukan politik praktis, lalu disebut apa? Saya (A. Dahlan Ranuwihardjo) condong menyebutkannya politik aspiratif, karena sikap-sikap dan pernyataan itu berlandaskan aspirasi rakyat atau aspirasi bangsa yang landasannya adalah Pancasila dan UUD 1945.
#YakinUsahaSampai
Sumber buku:
Bung Karno Dan HMI Dalam Pergulatan SejarahMengapa Bung Karno Tidak Membubarkan HMI?
Komentar