Langsung ke konten utama

Perkaderan HMI Di Era Milenial



(PERKADERAN HMI DI ERA MILENIAL






            Kehadiran dan keberadaan HMI, selain berstatus sebagai organisasi mahasiswa (pasal 7), berperan sebagai organisasi perjuangan (pasal 9), juga berfungsi sebagai organisasi perkaderan (pasal 8). Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI. Pada tahun 1958, pelaksanaan perkaderan HMI seperti yang sekarang ini belum dijamah, karena pada saat itu usia HMI 11 tahun dang anggotanya belum banyak. Akan tetapi memasuki tahun 1959, Ismail Hassan Metareum sebagai Ketua Umum PB HMI periode 1957-1960, menyadari bahwa di masa yang akan datang, di samping anggota HMI akan bertambah banyak, juga HMI harus mempunyai anggota yang terdidik, sehingga merupakan sumberdaya manusia yang handal.
            Pembicaraan awal tentang perkaderan HMI dimulai pada Konferensi HMI di Taruna Giri Puncak tanggal 20-24 Juli 1959, yang di pimpin oleh Ismail Hassan Metareum sebagai ketua dan Murtadha Makmur sebagai Sekretaris. Konferensi Taruna Giri menelorkan konsep pendidikan kader HMI, yang waktu itu disebut Pendidikan Dasar. Konsep perkaderan hasil Konferensi Taruna Giri itulah yang dikembangkan sehingga terbentuk pola dan sistem perkaderan HMI seperti sekarang ini.
            Pada bulan Oktober tahun 1961 diadakan  konsultasi penyempurnaan konsep training  yang dilaksanakan oleh PB HMI di Gunung Leutik Bogor. Bersamaan dengan perumusan kepribadian HMI pada Musyawarah Nasional di Pekajangan-Pekalongan tanggal 23-28 Desember 1962, dirumuskan pula metode training HMI. Salah satu hasil Musyawarah Nasional tersebut yaitu adanya tingkatan-tingkatan training HMI dimulai dari Basic Training (LK1), Inremediate Training (LK2), dan Advanced Training (LK3). Mengingat HMI sebagai organisasi Perkaderan, maka seluruh aktivitasnya harus dapat memberi kesempatan berkembang bagi kualitas-kualitas pribadi anggotanya. Sifat kekaderan HMI dipertegas dalam pasal 4 AD yaitu “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah subhanahu wa ta’ala”. Berdasarkan tujuan tersebut, maka pada hakikatnya seluruh aktivitas HMI merupakan proses pembentukan dan pembinaan kader HMI agar setiap individu memiliki kualitas insan cita. Kegiatan HMI adalah merupakan pendidikan kader dengan sasaran anggota-anggota HMI dalam hal:
1. Watak dan kepribadiannya,. yaitu dengan memberi kesadaran beragama, akhlak dan watak.
2. Kemampuan ilmiahnya, yaitu dengan membina seseorang sehingga memiliki pengetahuan, serta kecerdasan dan kebijaksanaan.
3. Keterampilannya, yakni kepandaian menerjemahkan ide dan pikiran dalam praktek.
            Dengan terbinanya tiga sasaran tersebut, maka terbinalah insan cita HMI yang beriman, berilmu, dan beramal. Tujuan HMI sebagai tujuan umum yang hendak dicapai oleh HMI menjadi garis besar arah dan titik sentral seluruh kegiatan dan aktivitas perkaderan HMI. Untuk terbinanya insan yang berkualitas lima tersebut sebagai arah perkaderan HMI, maka kegiatan HMI dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yaitu: a) kegiatan kampus Perguruan Tinggi, b) kegiatan non kampus Perguruan Tinggi. Peranan HMI untuk selalu berpartisipasi dan selalu berusaha membina dan menjadikan suatu Perguruan Tinggi yang benar-benar mampu menciptakan manusia akademis yang qualified terletak dalam aspek ini. Aktivitas Perguruan Tinggi, diusahakan mampu menopang tercapainya tujuan HMI. Oleh karena itu, penguasaan kampus  dalam arti positif  dan konstruktif adalah termasuk perjuangan HMI. Berarti antara HMI dan Perguruan Tinggi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Secara ideal, adalah bagaimana usaha HMI agar Perguruan Tinggi menjadi “sekolah HMI”, dalam arti mampu mencetak insan yang dicita-citakan HMI.
            Untuk memberikan acuan dan arahan dalam pelaksanaan perkaderan agar sistematis, diperlukan suatu pedoman yang memuat konsep perkaderan untuk mengatur dan memberikan arahan yang jelas dalam pelaksanaan dalam perkaderan secara komprehensif, diantaranya meliputi: landasan/dasar, prinsup, ruang lingkup, pola, pengelolaan, dan monitoring evaluasi. Pedoman ini merupakan acuan umum dan arah perkaderan bagi seluruh elemen HMI dalam pelaksanaan perkaderan guna membentuk kepribadian kader yang diistilahkan dengan Muslim Intelektual Profesional maupun Muslim Intelegensia sesuai yang dicita-citakan.
            Landasan perkaderan merupakan pijakan dasar bagi aktivitas HMI di dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi perkaderan. Nilai-nilai termaktub di dalam landasan ini tiada lain merupakan spirit yang harus dijiwai baik oleh HMI secara kolektif maupun kader HMI secara individual. Dengan demikian, aktivitas kaderisasi di HMI tidak akan keluar dari nilai-nilai yang dimaksud, agar setiap aktivitasnya selalu mengarahkan pada tujuan-tujuan yang bersifat jangka panjang dan terarah. Maka landasan-landasan yang dimaksud terbagi menjadi empat pokok landasan yaitu, landasan teologis, landasan ideologis, landasan sosio-historis, dan landasan konstitusi.
            Fakta yang terjadi di lapangan adalah perbedaan proses perkaderan yang ada di berbagai cabang HMI. Ketidak seragaman proses perkaderan HMI pada zaman ini di karenakan kultur yang berkembang di berbagai cabang masing-masing. Contohnya di lingkungan HMI Badko Sulselbar dalam proses perkaderan Basic Training (LK1) dilaksanakan selama enam sampai tujuh malam, dimulai pada jam 8 malam sampai dengan jam 5 pagi. Berbeda dengan cabang yang ada di pulau jawa dan sumatera, sebagian dari mereka melakukan perkaderan Basic Training HMI dengan metode karantina yang berlansung kurang lebih selama 3 hari. Jelas terlihat perbedaan proses perkaderan HMI yang ada di berbagai cabang , artinya bahwa pedoman perkaderan yang di buat secara umum tidak dilaksanakan secara serentak oleh HMI Cabang. Dalam proses penyampaian materi NDP, Cabang HMI yang berada di lingkungan Badko Sulselbar berbeda dengan beberapa Cabang lainnya. Materi NDP yang disampaikan pada proses perkaderan Basic Training (LK1) terdiri atas:
1. Dialog Kebenaran (Dasar-Dasar Kepercayan)
2. Esensi Ajaran Islam
3. Kemerdekaan Individu (Ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir)
4. Individu dan Masyarakat
5. Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi
6. Islam dan Ilmu Pengetahuan
7. Problematika Umat.
Sedangkan materi NDP yang dibuat oleh Cak Nur terdiri atas:
1. Dasar-Dasar Kepercayaan
2. Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Kemanusiaan
3. Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir)
4. Ketuhanan Yang Maha Esa Dan Perikemanusiaan
5. Individu Dan Masyarakat
6. Keadilan Sosial Dan Keadilan Ekonomi
7. Kemanusiaan Dan Ilmu Pengetahuan
            Keberadaan NDP bertujuan untuk memberikan panduan bagi kader HMI agar bisa memahami Islam dengan baik dalam dimensi ruang dan waktu dan untuk menjadi acuan memahami Islam secara komprehensif. Dalam era milenial NDP seharusnya tidak lagi mendebatkan NDP lama dan NDP baru yang digunakan dalam forum Basic Training HMI, melainkan NDP telah mampu menyesuaikan dalam era milenial ini. Mendebatkan NDP lama dan NDP baru kita singkirkan, saatnya HMI merumuskan formulasi baru penyampaian NDP yang sesuai dalam era milenal, saatnya HMI melangkah maju.
#YakinUsahaSampai

oleh: MN10

           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sindikat NDP HMI

sumber foto: Yakusa Blog RPP/SINDIKAT MATERI NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI Tujuan Pembalajaran Umum: Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta substansi materi secara garis besar dalam organisasi. Tujuan Khusus: 1. Peserta dapat menjelaskan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam organisasi. 2.Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan. 3.Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran. 4.Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan alam semesta. 5.Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia. 6.Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat. 7.Peserta dapat menjalankan hubungan antara iman, ilmu dan amal. Metode: Ceramah, diskusi, dan tanya jawab Bahan: Buku-buku filsafat, NDP, papan tulis, spidol dan kebutuhan lain yang relevan. Waktu: 14 Jam Evaluasi: Test objektif/subjektif, penugasan dan membuat kuisoner Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1.Sejarah perumusan NDP dan keduduk

Dualisme PB HMI Periode 2002-2004 dan Cara Penyelesaiannya Part 1

 Kongres ke-23 HMI di Asrama Haji Balikpapan Kalimantan Timur tanggal 22 April-1 mei 2002, telah memilih dan menetapkan Kholis Malik (HMI Cabang Yogyakarta), sebagai ketua umum PB HMI periode 2002-2004. Kholis Malik menang atas Ahmad Doli Kurniawan. Beberapa saat setelah kongres ditutup, tersiar luas berita bahwa Kholis Malik tidak lagi berstatus sebagai Mahasiswa, maka otomatis tidak lagi menjadi anggota HMI. Maka berarti terpilihnya Kholis Malik tidak memenuhi syarat dan dengan sendirinya batal, maka perlu dilaksanakan kongres luar biasa HMI sekarang juga, karena peserta belum pulang ke Cabang masing-masing. Akan tetapi suara-suara sumbang itu dapat diredam. Struktur dan susunan PB HMI periode 2002-2004 pun terbentuk, posisi Sekretaris Jenderal PB HMI dipegang Muchlis Tapi Tapi.   Dari kasus ini pada pertengahan bulan mei 2002 data secara tertulis menunjukkan bahwa Kholis Malik dengan keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor: 406/SK/R/UI/2001, Tentang Pemberhentian Sebag

Detik-Detik Kelahiran HMI Dan Kata-Kata Lafran Pane

 Setelah mengalami berbagai hambatan yang cukup berat selama kurang lebih 3 bulan, detik-detik kelahiran organisasi mahasiswa islam akhirnya datang juga. Saat itu adalah hari-hari biasa mahasiswa-mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI)  datang sebagaimana biasanya untuk mengikuti kuliah-kuliah, tanpa diduga dan memang sudah takdir Tuhan, mahasiswa-mahasiswa yang selama ini menentang keras kelahiran HMI tidak hadir mengikuti perkuliahan.  Saat itu jam kuliah tafsir, dosennya Hussein Yahya, Lafran Pane meminta izin kepada beliau. Mengetahui Lafran Pane selaku ketua III Senat Mahasiswa STI, Hussein Yahya mengizinkan meskipun ia belum tahu pasti tujuan pertemuan itu, namun ia tertarik menyaksikan peristiwa itu.   Akhirnya, dengan segala persiapan, saat itu hari Rabu pon 1878, 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 05 Februari 1947 M, jam 16:00 Wib bertempat di salah satu ruangan kuliah STI, jalan Setyodiningratan, masuklah mahasiswa Lafran Pane, langsung berdiri di depan k