Langsung ke konten utama

Kekuatan Dan Kelemahan HMI Menurut Agussalim Sitompul


A. Kekuatan (Strength) 

 Letak kekuatan HMI pada prinsipnya nampak pada tiga wawasannya yaitu wawasan keislaman, keindonesiaan, dan kemahasiswaan yang berorientasi pada keilmuan. Selain tiga faktor utama itu seperti disebutkan di muka, kekuatan HMI sebagai organisasi perjuangan meliputi delapan faktor yaitu:

1. Berlandaskan/bernafaskan Islam, yang bersumber kepada Al Quran dan Sunnah.

2. Berwawasan keindonesiaan atau kebangsaan.

3. Bertujuan terbinanya 5 kualitas insan cita dengan 17 Indikator.

4. Bersifat independen.

5. Berstatus sebagai organisasi mahasiswa, yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas, calon sarjana dan calon cendekiawan.

6. Berfungsi sebagai organisasi kader, yang memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungannya sebagai kader pelopor dan kader bangsa.

7. Berperan sebagai organisasi perjuangan yang berusaha melakukan perubahan, perbaikan terhadap semua tatanan yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan kontemporer, sehingga tercipta suasana baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.

8. Bertugas sebagai sumber insani pembangunan bangsa.

           
 Namun demikian, apabila kekuatan itu tidak dipelihara atau ditingkatkan, tidak diasah dan diasuh dia akan lemah dan dengan sendirinya akan menurun dan memudar yang bisa mengakibatkan hilangnya HMI dari peredaran. Maka lima atau panca tugas organisasi harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan sebagai bagian dari konsolidasi organisasi sebagai masalah besar sepanjang masa.

B. Kelemahan (Weakness)

 Dari beberapa faktor kelemahan yang dialami/dimiliki HMI terdapat beberapa  faktor yang dominan.

1. Terlalu berpikiran umum dan global sehingga kurang mampu berpikir kritis dan detail sebagai bagian dari manajemen.

2. Pandai membuat keputusan (program) akan tetapi lemah dalam action/pelaksanaan/pembuatan agenda.

3. Kurang cekatan mengambil ide dan inisiatif. Inisiatif pertama selalu didahului orang lain, akibatnya HMI tertinggal dan ditinggalkan.

4. Kurang cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi  sehingga selalu tertinggal.

5. Lemah dalam disiplin organisasi.

6. Manajemen organisasi yang lemah, serta hubungan komunikasi yang tidak solid.

7. Kurang mampu menindaklanjuti keberhasilan yang pernah diperoleh berupa follow up yang dapat menunjang konsolidasi organisasi untuk langkah berikutnya.

8. Berbagai kegiatan HMI terlalu beraroma politik yang sangat tinggi. Memang HMI tidak boleh buta politik dan harus paham akan politik supaya tidak tergilas oleh politik. Karena terlena terhadap aroma politik, sehingga fungsi HMI sebagai organisasi kader banyak terabaikan.

9. Kurang mengetahui, memahami, menghayati organisasi HMI secara utuh dan benar serta pengamalan ketentuan-ketentuan organisasi yang tidak konsekuen, konsisten dan sepadan.

10. Juga kurang mengetahui, memahami dan melaksanakan ajaran Islam sebagai sumber inspirasi dan motivasi secara utuh dan benar.

 Tentu selain 10 faktor utama itu masih sederetan kelemahan yang terdapat dalam tubuh HMI. Akan tetapi anehnya walaupun kelemahan itu sudah dirasakan sebagai suatu hal yang harus diperbaiki, namun seolah-olah kelemahan itu dianggap tidak ada alias tidak mau melakukan perubahan dalam tubuh HMI. Walaupun sudah tertumpuk koreksi, peringatan, kritik yang ditujukan kepada HMI. Nampaknya saat ini HMI kebal dari berbagai koreksi, peringatan dan kritik.

#YakinUsahaSampai 

Sumber Buku: 44 Indikator Kemunduran HMI oleh Prof. DR. H Agussalim Sitompul 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sindikat NDP HMI

sumber foto: Yakusa Blog RPP/SINDIKAT MATERI NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI Tujuan Pembalajaran Umum: Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta substansi materi secara garis besar dalam organisasi. Tujuan Khusus: 1. Peserta dapat menjelaskan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam organisasi. 2.Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan. 3.Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran. 4.Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan alam semesta. 5.Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia. 6.Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat. 7.Peserta dapat menjalankan hubungan antara iman, ilmu dan amal. Metode: Ceramah, diskusi, dan tanya jawab Bahan: Buku-buku filsafat, NDP, papan tulis, spidol dan kebutuhan lain yang relevan. Waktu: 14 Jam Evaluasi: Test objektif/subjektif, penugasan dan membuat kuisoner Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1.Sejarah perumusan NDP dan keduduk

Dualisme PB HMI Periode 2002-2004 dan Cara Penyelesaiannya Part 1

 Kongres ke-23 HMI di Asrama Haji Balikpapan Kalimantan Timur tanggal 22 April-1 mei 2002, telah memilih dan menetapkan Kholis Malik (HMI Cabang Yogyakarta), sebagai ketua umum PB HMI periode 2002-2004. Kholis Malik menang atas Ahmad Doli Kurniawan. Beberapa saat setelah kongres ditutup, tersiar luas berita bahwa Kholis Malik tidak lagi berstatus sebagai Mahasiswa, maka otomatis tidak lagi menjadi anggota HMI. Maka berarti terpilihnya Kholis Malik tidak memenuhi syarat dan dengan sendirinya batal, maka perlu dilaksanakan kongres luar biasa HMI sekarang juga, karena peserta belum pulang ke Cabang masing-masing. Akan tetapi suara-suara sumbang itu dapat diredam. Struktur dan susunan PB HMI periode 2002-2004 pun terbentuk, posisi Sekretaris Jenderal PB HMI dipegang Muchlis Tapi Tapi.   Dari kasus ini pada pertengahan bulan mei 2002 data secara tertulis menunjukkan bahwa Kholis Malik dengan keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor: 406/SK/R/UI/2001, Tentang Pemberhentian Sebag

Detik-Detik Kelahiran HMI Dan Kata-Kata Lafran Pane

 Setelah mengalami berbagai hambatan yang cukup berat selama kurang lebih 3 bulan, detik-detik kelahiran organisasi mahasiswa islam akhirnya datang juga. Saat itu adalah hari-hari biasa mahasiswa-mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI)  datang sebagaimana biasanya untuk mengikuti kuliah-kuliah, tanpa diduga dan memang sudah takdir Tuhan, mahasiswa-mahasiswa yang selama ini menentang keras kelahiran HMI tidak hadir mengikuti perkuliahan.  Saat itu jam kuliah tafsir, dosennya Hussein Yahya, Lafran Pane meminta izin kepada beliau. Mengetahui Lafran Pane selaku ketua III Senat Mahasiswa STI, Hussein Yahya mengizinkan meskipun ia belum tahu pasti tujuan pertemuan itu, namun ia tertarik menyaksikan peristiwa itu.   Akhirnya, dengan segala persiapan, saat itu hari Rabu pon 1878, 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 05 Februari 1947 M, jam 16:00 Wib bertempat di salah satu ruangan kuliah STI, jalan Setyodiningratan, masuklah mahasiswa Lafran Pane, langsung berdiri di depan k