Langsung ke konten utama

Pemikiran Anas Urbaningrum: HMI Harus Mereformasi Diri


 Pendapat ini disampaikan Anas Urbaningrum sebagai konsep jabatannya ketika diadakan pelantikan PB HMI periode 1997-1999 dan serah terima jabatan tanggal 27 September 1997. Walaupun dikatakan bahwa pemikiran ini merupakan visi HMI 2 tahun kedepan, yang perlu disahuti kader HMI agar organisasi ini senantiasa solid menghadapi tantangan zaman yang terus bergejolak. Namun nampaknya pemikiran yang disampaikan Anas Urbaningrum tersebut masih relevan untuk menjadi wacana untuk membangun kembali citra HMI 

   Anas Urbaningrum berpendapat bahwa dari kacamata sosiologis, posisi sosial HMI kini sedang tinggi. Ini lantaran ditopang pilar-pilar yang kokoh, salah satunya berupa kiprah dan peran alumninya. Namun ironisnya gemerlap prestasi sosial itu justru di ikuti menurunnya gradasi HMI pada berbagai dimensinya.

   Saat ini HMI tengah gencar-gencarnya menerima kritik. Berbagai ragam kritik itu jika disarikan mengerucut pada pada 3 hal. Pertama, macetnya reproduksi intelektual. Kedua, menipisnya kritisisme dan ketiga, munculnya krisis nilai (islam) dalam dinamika empirik organisasi.

   Beriringan dengan gencarnya kritik itu, HMI juga masih disibukkan oleh persoalan klasik di seputar pelaksanaan perkaderan, konflik intern organisasi dan sebagainya. Juga dengan tuntutan lingkungan strategis di masa depan, khususnya kompetisi kualitas sumber daya manusia dan tantangan sektor ekonomi dalam era perdagangan bebas. 

       Oleh karena itu, dibutuhkan terapi yang tepat guna memulihkan kredibilitas HMI dalam percaturan peran-peran kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan yang selaras dengan semangat zaman. Berikut ini dipaparkan visi HMI ke depan, yang perlu disahuti kader HMI agar organisasi ini senantiasa solid menghadapi tantangan zaman yang terus bergejolak itu.

1. Politik Etis HMI 
  Para aktivis HMI, tidak boleh terjebak secara psikologis atas kesuksesan yang selama ini yang dicapai HMI. Kesuksesan itu tidak boleh dianggapi dengan kepuasan. Sebagai organisasi yang sudah tua, HMI betapapun akan tetap dihitung sebagai political force. Oleh karena itu, HMI harus paham dengan dinamika politik. ini penting untuk memposisikan HMI sebagai subjek politik, dan bukan objek politik. Akan tetapi harus dicatat dengan tegas, bahwa politik HMI adalah politik kemahasiswaan. Politik HMI adalah politik kaum intelektual yang merupakan terjemahan dari kritisisme, etos transformatif, dan di bingkai oleh etika dan moralitas. Karena itu, HMI harus merawat independensi politiknya dihadapan kekuatan apapun. 

2. Peningkatan Visi Intelektual 
 Upaya membangkitkan kekuatan intelektual dari kader-kader HMI hukumnya fardhu. HMI harus semakin menyadari bahwa dinamika intelektual kelompok lain semakin berkembang, sementara justru semakin meredup di HMI yang dulu senantiasa berada di garis depan. Karenanya HMI dituntut untuk melanjutkan prestasi sejarah tersebut. Membangkitkan kembali kekuatan intelektual ini membutuhkan beberapa hal. Pertama, lingkungan yang kondusif, berupa kebijakan organisasi dan komitmen pemimpin organisasi di berbagai tingkatan. Kedua, menyediakan sarana bagi debat pemikiran, misalnya penerbitan jurnal ilmiah.

3. Penguatan Basis 
  HMI dituntut pula untuk menterjemahkan komitmen ke indonesiaan dan keislaman sekaligus. Dalam kerangka itu, HMI harus mengembangkan keterlibatan dan interaksinya antar Generasi Muda Islam (GEMUIS), dan kelompok Cipayung. Sementara itu, juga dibutuhkan reorientasi aktivitas yang diorientasikan untuk mengakomodasi aspirasi, kepentingan dan kebutuhan mahasiswa. Hal ini penting bagi upaya memperkuat kembali basis HMI di kampus.

4. Modernisasi Organisasi 
 Upaya modernisasi organisasi harus menjadi perhatian yang serius. Dimensi-dimensinya bukan hanya hard ware (perangkat keras), tetapi juga soft ware (perangkat lunak) dan brain ware (programer). Tidak semata struktural tetapi juga kultural. Beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian adalah: pertama, mendorong keluarga besar HMI untuk membangun sekretariat permanen dengan segala pirantinya. Kedua, menumbuhkan kultural riset dan semangat datatif dalam organisasi. Ketiga, menguatkan kultur taat asas, dengan peningkatan pemahaman dan loyalitas pada aturan main atau mekanisme organisasi. Keempat, meningkatkan kualitas interaksi dan komunikasi baik secara vertikal maupun horizontal. Selain forum-forum resmi organisasi, perlu diperbanyak forum-forum alternatif yang bermanfaat. Kelima, dengan menerbitkan media komunikasi berupa buletin aktivitas. Ini penting bagi sosialisasi, kebijakan-kebijakan organisasi secara lebih kentara. 

5. Peningkatan Kualitas Perkaderan 
 Perkaderan HMI di masa yang akan datang, harus benar-benar berkualitas. Dalam bahasa yang cukup menggugah, yakni bagaimana kita senantiasa mengembangkan perkaderan membangun peradaban. Kualitas perkaderan itu sangat dibutuhkan oleh kemampuan HMI untuk menjauhkan diri dari formalisme perkaderan. Perkaderan formal penting sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan administratif struktural yang bersifat formal serta kerangka-kerangka dasar yang akan dikembangkan lebih lanjut. Sementara perkaderan nonformal dan informal adalah medan yang lebih luas untuk proses penempatan kualitas  kader, intelektualitas, profesionalitas, loyalitas, religiusitas dan integritas para kader HMI dapat lebih tajam dalam perkaderan yang nonformal dan informal seperti up grading, diskusi, seminar, riset dan sebagainya.

6. Peningkatan Kualitas Keislaman 
   Komitmen HMI pada Islam sebagai ajaran dan umat Islam sebagai entitas empiriknya musti benar-benar berupaya diwujudkan. Ini bisa dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, melanjutkan upaya pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. Ini hanya mungkin apabila HMI membangkitkan kembali wacana-wacana keislaman. Kedua, semakin memperjelas "identitas empirik" di tengah dunia kemahasiswaan. Ini penting untuk menangkis gejala yang mulai berkembang dibeberapa kampus umum. "Islam Yes, HMI No". Meningkatkan kegandrungan mahasiswa pada spiritualitas dan meningkatnya praktek keberagamaan di kampus, tidak pararel dengan peningkatan kuantitas dan kualitas dalam rekruitmen kader HMI. Kecenderungan ini muncul karena HMI dikesankan sebagai tidak jelas keislamannya secara empirik. Ketiga, memperkuat ruh spiritualitas dalam dinamika organisasi untuk mengimbangi perkembangan rasionalitas yang kadang kala terlalu jauh. 

7. Pengembangan Visi Kewirausahaan 
  Bagi HMI,  enterpreunerships termasuk orientasi baru, mesti mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Bukan saja karena merupakan salah satu terjemahan konkrit dari semangat profesionalitas, akan tetapi juga akan memberikan kontribusi strategis bagi kepentingan umat dan bangsa di masa depan. Orientasi pada Kewirausahaan ini pada jangka menengah akan mengarah pada pembentukan middle class ekonomi, yang akan menjadi pilar bagi kekuatan ekonomi umat. 

#YakinUsahaSampai 

Sumber Buku: 44 Indikator Kemunduran HMI oleh Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sindikat NDP HMI

sumber foto: Yakusa Blog RPP/SINDIKAT MATERI NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI Tujuan Pembalajaran Umum: Peserta dapat memahami latar belakang perumusan dan kedudukan NDP serta substansi materi secara garis besar dalam organisasi. Tujuan Khusus: 1. Peserta dapat menjelaskan sejarah perumusan NDP dan kedudukannya dalam organisasi. 2.Peserta dapat menjelaskan hakikat sebuah kehidupan. 3.Peserta dapat menjelaskan hakikat kebenaran. 4.Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan alam semesta. 5.Peserta dapat menjelaskan hakikat penciptaan manusia. 6.Peserta dapat menjelaskan hakikat masyarakat. 7.Peserta dapat menjalankan hubungan antara iman, ilmu dan amal. Metode: Ceramah, diskusi, dan tanya jawab Bahan: Buku-buku filsafat, NDP, papan tulis, spidol dan kebutuhan lain yang relevan. Waktu: 14 Jam Evaluasi: Test objektif/subjektif, penugasan dan membuat kuisoner Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan 1.Sejarah perumusan NDP dan keduduk

Dualisme PB HMI Periode 2002-2004 dan Cara Penyelesaiannya Part 1

 Kongres ke-23 HMI di Asrama Haji Balikpapan Kalimantan Timur tanggal 22 April-1 mei 2002, telah memilih dan menetapkan Kholis Malik (HMI Cabang Yogyakarta), sebagai ketua umum PB HMI periode 2002-2004. Kholis Malik menang atas Ahmad Doli Kurniawan. Beberapa saat setelah kongres ditutup, tersiar luas berita bahwa Kholis Malik tidak lagi berstatus sebagai Mahasiswa, maka otomatis tidak lagi menjadi anggota HMI. Maka berarti terpilihnya Kholis Malik tidak memenuhi syarat dan dengan sendirinya batal, maka perlu dilaksanakan kongres luar biasa HMI sekarang juga, karena peserta belum pulang ke Cabang masing-masing. Akan tetapi suara-suara sumbang itu dapat diredam. Struktur dan susunan PB HMI periode 2002-2004 pun terbentuk, posisi Sekretaris Jenderal PB HMI dipegang Muchlis Tapi Tapi.   Dari kasus ini pada pertengahan bulan mei 2002 data secara tertulis menunjukkan bahwa Kholis Malik dengan keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor: 406/SK/R/UI/2001, Tentang Pemberhentian Sebag

Detik-Detik Kelahiran HMI Dan Kata-Kata Lafran Pane

 Setelah mengalami berbagai hambatan yang cukup berat selama kurang lebih 3 bulan, detik-detik kelahiran organisasi mahasiswa islam akhirnya datang juga. Saat itu adalah hari-hari biasa mahasiswa-mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI)  datang sebagaimana biasanya untuk mengikuti kuliah-kuliah, tanpa diduga dan memang sudah takdir Tuhan, mahasiswa-mahasiswa yang selama ini menentang keras kelahiran HMI tidak hadir mengikuti perkuliahan.  Saat itu jam kuliah tafsir, dosennya Hussein Yahya, Lafran Pane meminta izin kepada beliau. Mengetahui Lafran Pane selaku ketua III Senat Mahasiswa STI, Hussein Yahya mengizinkan meskipun ia belum tahu pasti tujuan pertemuan itu, namun ia tertarik menyaksikan peristiwa itu.   Akhirnya, dengan segala persiapan, saat itu hari Rabu pon 1878, 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 05 Februari 1947 M, jam 16:00 Wib bertempat di salah satu ruangan kuliah STI, jalan Setyodiningratan, masuklah mahasiswa Lafran Pane, langsung berdiri di depan k